Header Ads

Catatan Anak Perantau

Sang Perantau

Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman
tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang
merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan
berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang.

Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan
jika mengalir menjadi jernih, jika tidak, 'kan keruh menggenang.

Singa jika tak tinggalkan sarang tak akan dapat mangsa
anak panah jika tidak tinggalkan busur tak akan kena sasaran

Jika matahari diorbitnya tidak bergerak dan terus diam
tentu manusia bosan padanya dan enggan memandang

Bijih emas bagaikan tanah biasa sebelum digali dari tambang
kayu gaharu tak ubahnya seperti kayu biasa jika di dalam hutan.

Imam Syafi'i dalam Novel Negeri 5 Menara


Aku suka sekali untaian kata-kata ini, bukan saja bijak tapi aku bahkan sudah membuktikannya sendiri. Dari Imam Syafi'i: merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan, berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang. Indahnya masa-masa saat berada diperantauan, bertemu dengan para kawan yang selayak saudara. Dan sampai sekarang masih kurasakan manisnya kebersamaan kala berjuang bersama di tanah rantau.
  
Sebuah Memoar, Episode sebagai Perantau

Tidak setiap melewati jalan Inderalaya-Kayu Agung aku teringat masa-masa itu, masa ketika kost di Inderalaya sebagai perantau. Mendengar kata perantau, apa yg ada dibenak kita? Mandiri? Ehmm, tentunya…Penuh cerita? So, pasti lah..Tapi bukan perantaupun bisa mandiri dan menoreh banyak cerita. Satu hal yang lekat pada diri perantau adalah prihatin.
Setuju? Dan itulah yang memenuhi segenap memoriku hari ini, ketika melewati kantor Telkom Inderalaya di jalan lintas Kayu Agung-Palembang.

Tahun 1996, ternyata sudah hampir 14 tahun berlalu, Inderalaya masih kota kecamatan *sekarang sudah jadi kota kabupaten, Ogan Ilir namanya dan Inderalaya adalah Ibukota Kabupatennya. Sebuah Kabupaten di Sumatra Selatan tempat Helmi Yahya ikut pencalonan Bupati di PILKADA periode lalu (Presenter kondang yg suka keluar masuk TV itu, kenalkan? Kalau aku sich tahu,tapi nggak kenal kok, diakan nggak tahu aku, hehe...)
Zaman itu belum ada Hp-hpan, adanya Wartel, itupun masih sangat terbatas. Padahal sebagai perantau kami jelas sangat membutuhkan sarana yang bisa kami gunakan untuk berkomunikasi dengan orangtua juga keluarga lainnya, entah itu hanya sekedar memberi dan menanyakan khabar atau bahkan laporan keuangan bulan lalu, lengkap dengan rencana anggaran bulan ini untuk pertimbangan pengiriman dana, via transfer atau wesel. Semoga tidak dianggap komunikasi perantau ini UUD ya..*ujung-ujungnya duit, hikkksszzs

Balik ke kantor Telkom Inderalaya, kami sering mengunjunginya *cak nak ke rumah dulur bae (bahasa palembang, yang artinya seperti mau berkunjung kerumah saudara saja) maksudnya mendatanginya sambil lari pagi, mengejar tenggang waktu diskon Telkomsel yang berlaku sampai jam 06.00 WIB. Kami biasanya keluar rumah jam 05.15 atau bahkan sesaat setelah sholat subuh, tujuannya agar bisa menikmati diskon tarif itu tadi,
karena tak jarang sudah banyak juga kawan-kawan sesama perantau yang antri dari berbagai penjuru dunia ee..Inderalaya. 

Kini akan kukatakan darimana kami berjalan sepagi itu, ya dari kost kami tentunya, di Kompleks Serumpun Indah. Melewati jalan-jalan setapak, kebun dan pekarangan rumah warga, kami berderap memburu limit waktu diskon. Yang tahu Inderalaya pasti mesem-mesem, hemmm…jauh juga. Bagi yang tak tahu dan belum bisa membayangkan adalah sekitar 3 Km, pulang pergi. Tapi jangan samakan dengan Inderalaya yang sekarang ya…yang sudah jauh lebih ramai. Kalau ada yang bertanya mengapa mesti kost di Serumpun, bukankah banyak kost-kostan yang lebih dekat dengan Kampus UNSRI? Betul. Lebih elite dan dipinggir jalan, tak seperti Serumpun yang harus masuk ke dalam dan melewati rimbun kebun-kebun rambutan. Mungkin semua punya pertimbangan beda-beda, tapi buatku disamping banyak alasan lain juga, prihatin adalah sebagai salah satu alasannya,sewanya kan jauh lebih murah.

Adalah kami anak-anak Serumpun Indah yang sering jalan pagi-pagi ke kantor Telkom itu Mbak Dy asal Bangka, Teteh Ros asal Sukabumi, Mbak Wita asal Metro, Lampung. Aku dan ketiganya tinggal seatap saat masih diserumpun Indah. Banyak sukaduka yang kami lalui bersama bahkan kami pernah punya kebun singkong dibelakang rumah kost-an kami.
Sayangnya sudah lama aku hilang kontak dengan Mbak Dy,  diantara sekian banyak nama yang nanti disebutkan, beliau inilah yang ingin sekali kujumpai. Teteh Ros,sekarang juga tinggal di Palembang menikah dengan Kakak tingkat yang sekarang Dokter Spesialis Mata. Sudah punya 3 orang anak, sesekali kami suka bertemu saat lebaran atau moment lain. sekarang Teh Rospun sedang mengambil sekolah untuk jadi SpPD. Semangat ya Teh...
Sedangkan Mbak Wita sekarang PNS di Tulang Bawang Lampung, menukah dengan seorang guru SMA dengan 3 anak. Saat sedang merintis karir untuk jadi kepala dinas. Semoga berhasil.

Khusus bareng Mb Dy dan Teteh, kami melanjutkan lagi kost bareng di depan RSMH pada masa-masacoass. Walau kebersamaan yang sudah sedikit berbeda karena masa ini kami sibuk sendiri-sendiri, ada yang sampai nggak bisa pulang berminggu-minggu karena lagi jaga di OBGIN, bergantian anter mengater cucian dan baju bersih,  Ied Fitri-Adha sering di RS, jadwal jaga. Sungguh terasa sedihnya sebagai perantau kalau sudah dengar kumandang takbir tapi kita jauh dari orangtua dan keluarga ( jadi inget cuplikan nasyid…gema takbir di Hari Raya, kuteringat kampung halaman, keluarga, sanak saudara…)
Hilang sudah suasana namem singkong seperti di Serumpun dulu, acara masak bareng jadi langka, yang juga hilang adalah jalan pagi bareng menuju Telkom untuk interlokal :)
Karena di Kost kami yg di depan RSMH kala itu banyak Wartel yang dekat makanya nggak perlu antri. Kami bahkan punya telfon rumah paralel dengan wong pucuk (lantai atas), inget nggak siapa mereka. Yuk Sus and sisters, maaf bila dering telfon untuk wong bawah (lantai bawah) sering mengganggu ketentraman ya Yuk...
Siapa ya yang paling sering dapat telfon malam-malam dulu, rang ring melulu, berisik euy...
Wow berarti kost mewah dong, 2 lantaikan bukan jaminan, siapa yang pernah mampir ke kost kami tentu mengerti maksudnya, rumah semipermanen, apapun kami sangat lah bersyukur, yang penting biaya sewa tetap lebih miring.

Ke Serumpun Indah lagi, tetangga terdekat kami yang juga sering bareng lari pagi ke Kantor Telkom, 3 dara, dan mereka adalahUni Delvi asal Batam, gadis minang yang supel dan ramah ini menikah tahun lalu sayangnya kami tak bisa hadir menyaksikan moment bahagia ini di Batam.  Maaf ya Uni, kami sekeluarga nggak bisa hadiri undanganmu, bisa lihat foto-fotonya difb saja sudah senang, salam kenal untuk Uda Heri dari kami sekeluarga. Kalau maen ke Palembang mampir ya…
Selanjutnya Mbak Vie asal Lahat. Rapi dan nyeni, sangat dewasa.Semoga dirimu masih ingat kami karena aku juga hilang kontak dengan beliau. 
Satunya lagi Cak Yeni asal Bandar Lampung, PNS di Bangka, menikah dengan orang Timah Bangka * aku dan Mbak Wit datang ke Bandar Lampung saat resepsinya dulu, sekarang tugas belajar di RSMH, calon SpPD euy…seniornya The Ros.Setahun yang lalu melahirkan anak ke 3 lewat SC dan sejak itu kita belum lagi bertemu.
Tetangga dekat lainnya, tinggal di Kost samping rumah jarak 2 rumah adalah seorang kawan seangkatan, arek-arek Suroboyo asli yang pernah melewati masa kecil di Manokwari. Sulung dari 3 bersaudara. Fey, panggilan populermu. Multitalent julukan yg pas untukmu. Kezuhudanmu sering membuatku malu. Kita melanjutkan kebersamaan dengan kost bersama di Mutiara Indah dan kembali bersama saat di depan RSMH. Bersuamikan seorang dokter sealmamater, kakak tingkat '95. Sekang PNS tugas di Poliklinik Kementrian Pertanian bersama suami dan 2 anak menetap di Bogor, liburan 2 tahun lalu kami sekeluarga pernah mampir dan menginap, dirimu sedang hamil anak ke 2, tinggal menunggu hari, tapi antusiasmu menjamu kami membuatku terharu. Buatku suami istri ini adalah saudara seperjuangan yang membanggakan.

Masih tentang keberadaan kami di Serumpun Indah. Tersebutlah sepasang suami istri yang tinggal di pojokan kompleknya, dekat simpang jalan setapak menuju Kantor Telkom, mereka yang sering kami curhati macam-macam tentang apasaja. Rapat ini-itu tentang strategi kampus sangat rajin kami lakukan dirumah mereka, Markas Komando, istilah yang tepat untuk rumah tersebut karena banyak kebijakan yang dilahirkan di sana. Mbak Eka (dosen FKIP UNSRI) dan suami, yang akrab kami sapa Babe. Saat tulisan ini kubuat, hampir setahun yang lalu aku berkesempatan datang ke kediaman suami istri yang tetap bersahaja ini, walau tak lagi di Serumpun Indah.
Tetangga di Serumpun yang walau jauh beda Blok tapi suka ngumpul dan jalan bareng adalah Mak Yanti. Entah kenapa Urang awak yg satu ini tidak kami sapa Uni, Mak Yanti kami menyapanya. Asal kota Prabumulih, paling dekat. Menikah dengan Sarjana Tekhnik UNSRI yang juga berasal dari Prabumulih, memang dipersiapkan untuk berkimprah di Kampung Halaman. Ibu 4 orang anak ini sekarang aktif dan berjaya di HPA, Herbalis handal. Sekarang punya klinik HPA, Thibdun Nabawi. Sucses ya Mak…bahkan sudah sampai ke Malaysia.

Adalagi, KIS '95 begitu biasa menulis inisial namanya. Sulung dari 3 bersaudara. Sangat ‘care’ dan bisa diandalkan. Tipe belajarmu unik, sebentar tapi bisa dapat banyak, benar-benar excellent. Mbak Ni, Nia begitu kebanyakan teman memanggilmu. Aku memanggilmu Lia, ikutan tante-tantemu yang kukenal. Sekarang tinggal dan PNS di Bogor. Dua tahun lalu juga kita diperkenankan Allah bertemu, saat itulah aku tahu Allah mempertemukanmu dengan leleki sesuai do’amu, sosok yang sangat dewasa dan punya cita-cita tak biasa. Allah memberimu sosok pendamping terbaik. Fathi dan Salsa, nama anak-anakmu. Menangis bahagia saat bertemumu kala itu, anak-anak kamipun langsung bisa akrab, seolah tahu kedekatan kami.
Masih belum habis, seorang adik tingkat yang juga vokalis Nasyid Mentari, tokoh UKM Teather bareng Fey. Eva namanya, menikah dengan dokter asal Aceh. Menetap di Aceh. Tsunami kala itu membuatku ketar ketir mencari khabar ttentangnya. Alhamdulillah kalian sekelurga selamat, kini bersama seorang anak dan suami tinggal di Malang, PPDS THT, setia menampingi suami yang juga lagi mengambil SpB. Sepasang suami istri Dokter Spesialis, aset kebaikan dimassa depan. Keep Istiqomah...

Yang ini bukan Warga Serumpun,tapi kami sering bersama, dekat bagai saudara. ESF ini inisial yang populer untukmu, beda fakultas, dirimu MIFA '97, awal interaksi tepatnya lupa. Kami memanggilnya Dedek,  kebersamaan kita sering bergulir di Kampus. Teringat saat-saat semangat ingin ikut acara FSLDK tapi belum bisa. Namun kita tetap bertekad untuk saling berkoordinasi. Waktupun bergulir, perubahan adalah keniscayaan, dan saat mulai merambah area yang lebih luas kita makin dekat.  Makin seru ketika akhirnya kita diamanahkan untuk ikut Pilpres UNSRI.  Rapat-rapat Tim Sucses yang begitu minim perempuan, ada kita disana. Kenangan yang membekas dalam. Seiring moment itu UNSRI rampung berbenah, kita punya wadah ditingkat Universitas, NADWAH namanya. Pertemuan-pertemuan FSLDK bukan masalah untuk dihadiri, UNSRI bahkan sudah pernah jadi tuan rumah acara-acaranya. Dirimu melanjutkan perjuangan di Konsorsium Muslimah saat kutinggalkan ber-coass, dan dirimulah yang sempat kenyang berkecimpung mengelola cikal bakal NADWAH. Kost kami didepan RSMH masih kerap kau hampiri untuk sekedar ”ngobrol sehat” tentang perkembangan Kampus Indralaya. Syukurku saat mendengar tak terkira banyak kemajuan di UNSRI tercinta.  Kini dirimu tinggal di Jakarta, bersuamikan jenderal bintang lima ee…*sengaja ngetes selera humor, dokter yang adik tingkatku’97, sekarang sedang PPDS Akupunktur di UI dengan 2 anak, Fityan dan Kifah. Sepasang suami istri yang luar biasa, selamanya kalian saudara bagi jiwa. Tahun lalu aku pernah menginap dirumah mereka. Saat pelatihan petugas haji di Cilandak sekitar Juni 2010. Di dunia blogging kami akhirnya baru berjumpa lagi.

Sebenarnya masih  banyak lagi nama-nama sahabat diperantauan yang begitu dekat, mewarnai hari-hariku, tapi maaf bila belum kusebutkan disini. Ini baru sesama perantau, di area kost-kostan.

Dan kini, sudah lebih  10 tahun berlalu. Wartel sudah tak lagi ditemukan, hampir semua mahasiswa punya handpone. Memang yang merantau tetap ada tapi kalaupun minta tambah kiriman tinggal transfer lewat ATM atau sms banking . Mudah bukan? Ach....beda zaman memang beda tantangan. Tapi bila kita pandai memaknainya, kan kita dapat sepakat bahwa ”Semua Indah pada Masanya”

***

Mengenang para sahabat yang pernah dekat, walau jarang berkirim surat, semoga semua sehat. Sehat semua.  Ya jiwa, akal, fisik dan juga kantong :)
Sahabat bila suatu saat teringat akan diriku, mohon maafkan semua salahku dan do’akan aku.
Betapa ingin kau tahu, dihatiku, selamanya kalian sahabat dalam kebaikan, aku mencintai kalian semua hanya karena Allah saja. Sampai kapanpun, sampai Allah temukan kita di Syurga-Nya.
Jujur, tak setiap do'a rabithah kalian hadir membayang. Tapi kali ini, sengaja kutujukan untuk kalian, Ya Allah...Engkau mengetahui bahwa hati-hati ini telah berhimpun dalam cinta pada-Mu, telah berjumpa pada taat pada-Mu, telah bersatu dalam dakwah pada-Mu, telah berpadu dalam membela syariat-Mu. Kokohkanlah ya Allah ikatannya.
Kekalkanlah cintanya. Tunjukilah jalan-jalannya. Penuhilah hati-hati ini dengan nur-Mu yang tiada pernah pudar. Lapangkanlah dada-dada kami dengan limpahan keimanan kepada-Mu dan keindahan bertawakal di jalan-Mu. Amin ya rabbal alamin.

Untuk semua perantau tangguh sepanjang zaman semoga selalu mendapat barokah. Sesungguhnya kita semua adalah ”perantau” di dunia ini, akhiratlah kampung halaman yang sesungguhnya.


No comments

Powered by Blogger.